Pekanbaru, riaubertuah.co.id - PT Sentral Riau Mandiri (SRM) saat ini kasusnya masih mandek di Reskrimsus Polda Riau dari tahun 2022 belum ada kelanjutanya.
Tentu kejadian ini mendapat perhatian dari awak media karena terkait kasus pengembang yang membangun di Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekanbaru Tahun 2020 – 2024.
Banyak hal di dapat berdasarkan investigasi di lapangan di temukan kawasan RTH yang di alih fungsikan sebagai pemukiman oleh PT Sentral Riau Madani dan perkara ini tengah dalam tahap penyidikan Polda Riau, kebenaran ini terjawab dengan adanya penjelasan kronologi yang disampaikan oleh pihak Polda Riau.
Menurut jawaban yang di sampaikan langsung oleh Dirkrimsus Polda Riau sebelum di promosikan ke Mabes Polri membenarkan adanya laporan masuk pada hari Rabu tanggal 30 November 2022 Sdr. Budi Sastro Prawiro membuat laporan terhadap PT. Sentral Riau Madani , perihal terjadinya pembangunan Perumahan Sentral Abadi Cluster di kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Lebih lanjut Nasriadi mengungkap, pada hari Kamis tanggal 02 Februari 2023 penyidik Subdit I Ditreskrimsus Polda Riau bersama instansi terkait melakukan pengukuran titik koordinat di Perumahan Sentral Abadi Cluster, kemudian pada hari Selasa tanggal 21 Mei 2024 Penyidik kembali melakukan pengukuran titik koordinat di Perumahan Sentral Abadi Cluster, berdasarkan hasil pengukuran kedua titik koordinat tersebut didapat bahwa benar Perumahan Sentral Abadi Cluster berada dalam kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Dia mengatakan, kegiatan yang dilakukan pihak PT. Sentral Riau Madani melanggar pasal Pasal 69 Ayat (1) Jo Pasal 70 Ayat (1) Jo Pasal 74 Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana telah diubah dengan Pasal 17 Angka 31, 32, 33, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022, tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 154 Jo Pasal 137 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011, tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman dan/atau Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 9 Ayat (1) huruf K Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.
Dirkrimsus Polda Riau Nasriadi juga memberikan keterangan terkait kondisi terakhir perkara PT SRM ini mandek di Polda Riau belum P21 karena adanya petunjuk Jaksa yang belum dilengkapi.
“Bahwa penyidik telah melakukan pemenuhan P- 19 dari Jaksa Penuntut Umum, dan telah melakukan pengembalian berkas perkara pada hari Kamis tanggal 31 Oktober 2024, kemudian pada hari Jum’at tanggal 15 November 2024 penyidik menerima Berita Acara Koordinasi dan Konsultasi antara penyidik dan Jaksa Penuntut umum penyidik agar melakukan pemeriksaan tambahan terhadap ahli Perumahan dan Kawasan Permukiman dari Kementerian PUPR Republik Indonesia, Pemeriksaan tambahan terhadap ahli Kementerian ATR/BPN Republik Indonesia, Pemeriksaan lanjutan terhadap saksi dari BAPPEDA Provinsi Riau dan Pemeriksaan lanjutan dari para Konsumen Perumahan Sentral Abadi Cluster”, terangnya.
Terungkap juga bahwa PT. Sentral Riau Madani membangun Perumahan Sentral Abadi Cluster di atas tanah a.n Sdr. ERDISON MANSUR.
Lebih menariknya Dirkrimsus Polda Riau Nasriadi memaparkan terkait kronologis perkara “EM” hingga berakhir di dalam bui.
Diuraikanya bahwa pada hari Kamis tanggal 29 April 2021 bertempat di Jalan Guru, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru , Sdr. ERDISON MANSUR membangun perumahan Sentral Arifin Nusantara di atas Kawasan Ruang Terbuka Hijau, yang mana kegiatan tersebut melanggar pasal Pasal 69 Ayat (1) Jo Pasal 70 Ayat (1) Jo Pasal 74 Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana telah diubah dengan Pasal 17 Angka 31, 32, 33, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022, tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 154 Jo Pasal 137 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011, tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman dan/atau Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 9 Ayat (1) huruf K Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.
“Benar, Kasus atau perkara PT SRM ini serupa dengan perkara Erdison Mansur yang sama-sama membangun dikawasan RTH,” sampai Nasriadi.
Kejaksaan Tinggi Riau dalam hal ini di wakili oleh Kasipen Kajati Riau Zikrullah mengungkapkan kepada awak media terkait kelanjutan kasus PT SRM yang jalan ditempat alasannya masih menunggu pengaduan dari pihak konsumen yang di rugikan oleh pengembang.
“Oya terkait perkara PT SRM ini, P-19 kita ada yang belum dipenuhi oleh penyidik Polda Riau, setelah itu kita pun sudah menanyakan perkembangan penyidikannya dengan mengirimkan P-20 ke penyidik, lalu penyidik pun masih belum memberitahukan perkembangan penyidikannya ke Jaksa Penuntut Umum (JPU-red) kemudian JPU membalikkan BP & SPDP ke penyidik kembali”, kata Zikrullah.
Zikrullah menyampaikan, bahwa perkara PT SRM dugaan membangun hunian di kawasan RTH formil materil sudah lengkap kecuali untuk pasal sangkaan UU Perumahan karena merupakan delik aduan belum terdapat pengadu dalam perkara tersebut sehingga secara formil harus ada pengadunya yakni konsumen yg dirugikan.
Kemudian dilanjutkanya, mengenai adanya keterkaitan kerjasama antara PT SRM dengan PT Property Sentral Nusantara direkturnya “EM” kerjasama dimaksud Edison Mansur sebagai pemilik tanah dengan dasar 3 SHM. Perjanjian kerjasama ini dilakukan sebelum perkara Edison Mansur disidik oleh Penyidik. Edison Mansur dengan dasar 3 SHM tadi tidak mengetahui kawasan itu merupakan RTH. Kegiatan pembangunan hunian hanya dilakukan PT SRM.
“Perkara ini sama dengan kasus Perkara Edison Mansur yang telah incracht. Sanksi hukum bagi pelaku pidana penjara dan denda. Sanksi bagi Konsumen harus mengosongkan hunian karena merupakan kawasan RTH disebabkan tidak diperbolehkan membangun hunian dikawasan RTH”ujar Zikrullah.
Bergulirnya kasus ini tentu saja akan berdampak atas kepercayaan masyarakat Kota Pekanbaru terhadap perilaku etika para pengusaha yang bergerak di bidang pembangunan perumahan kedepanya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas menegakkan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.
Pelaksanaan koordinasi penegakkan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah, dan/atau aparatur lainnya.
Dalam perkara PT SRM ini Satpol PP Kota Pekanbaru memang telah memasang plang di areal sekitar Perumahan Abadi Cluster sejak Desember 2024 lalu namun masih ada pertanyaan yang tersisa di benak pewarta sehubungan dengan kinerja satpol PP Kota Pekanbaru.
Kasatpol PP Kota Pekanbaru Zulfahmi Adrian mengatakan, belum mampu melakukan tindakan penyegelan atau pembongkaran bangunan rumah yang telah jelas-jelas melanggar perda tentang RTRW Kota Pekanbaru.
“Saya belum bisa jawab itu tanya saja ke PU”, ucapnya singkat.
“Alasan kemanusiaan kita belum bisa melakukan penindakan, mereka sudah membayar ini kan termasuk dalam pemeriksaan pihak kepolisian ya disanalah,” sampai Zulfahmi Adrian.
Kasus dugaan pembangunan perumahan di kawasan RTH tentunya tidak terlepas dari kinerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang memiliki tugas dan fungsi menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perizinan, awak media bergerak menemui Quarte Kabid Pengaduan dan Kebijakan Pelaporan DPMPTSP Kota Pekanbaru.
Quarte memberikan penjelasan syarat mendapatkan izin membangun perumahan yang harus dimiliki perusahan developer tidak terkecuali dalam hal ini PT SRM.
“Pengurusan izin sekarang beda dengan pengurusan izin yang lama, dahulu pelaku usaha atau dalam hal ini developer mengantar berkas ke DPMPTSP , kemudian adminsitrasinya kita cek , di input kemudian kita antar ke Dinas PUPR, prosedur seperti ini terakhir dilakukan sekitar pada tahun 2019 , sejak diberlakukanya PBG masyarakat tidak diperbolehkan mendatangi DPMPTSP lagi harus menginput data melalui system aplikasi yang telah disiapkan oleh Kementrian PUPR,” kata Quarte.
“Semua syarat administrasi seperti SHM, Site Plan, KTP dan lain-lain itu langsung di input ke dalam system PUPR, kemudian data yang masuk di verifikasi oleh PUPR disesuaikan dengan lampiran yang harus dipenuhi untuk pengurusan PBG bila telah selesai akan diserahkan ke Tim Teknis yang akan mengkaji bangunan tersebut memenuhi syarat atau tidak,” imbuhnya.
Dia menyayangkan kondisi ini yang menyebabkan DPMPTSP kehilangan data para pelaku usaha yang memiliki izin atau tidak.
Dijelaskan juga, bahwa Kabid Pengaduan dan Pelaporan tugasnya adalah apabila ada pihak ketiga atau masyarakat bertanya terkait yang berhubungan dengan pengaduan pihak ketiga ingin mengetahui suatu tempat atau bangunan itu memiliki izin atau tidak, kemudian berdasarkan permintaan dari masyarakat akan dicek terlebih dahulu data yang dimaksudkan.
“Terkait RTH Polda Riau telah pernah memanggil Dinas PUPR tentang izin PBG yang telah di urus atau dimiliki oleh PT SRM namun Polda Riau tidak memanggil Kami pihak DPMPTSP karena semua berada di Dinas PUPR, ditegaskan bahwa PT SRM tidak memiliki PBG, dulunya mereka ini kawasan yang dibangun oleh pengembang telah juga dibangun oleh masyarakat bangunan rumah kemudian keluar lah RTRW bahwa menyatakan kawasan daerah yang dibangun rumah oleh masyarakat dan perumahan oleh pihak developer merupakan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), kalau kita bicara bidang pengawasan itu berada di Satpol PP bukan bidang Saya sebagai penindakan di lapangan,” urainya panjang lebar.
Quarte juga menyampaikan bahwa kawasan RTH sampai sekarang tidak boleh dibangun, khusus kasus PT SRM sudah di tindak lanjuti oleh Satpol PP sudah dipasang plang.
Menurut DPMPTSP juga, sanksi bagi pengembang yang tetap membangun di Kawasan RTH bila melanggar prosedur maka dari pemerintah akan diberikan sanksi izin komersialnya tidak akan diberikan PBG nya, kedua bila bangunanya telah menyalahi aturan nantinya pihak PUPR meminta Satpol PP untuk melakukan pembongkaran berdasarkan kajian dari pihak PUPR.
“PT SRM sepengetahuan DPMPTSP tidak pernah mengurus perizinan,” sampainya.
Sepengetahuan Quarte Kabid Pengaduan dan Kebijakan Pelaporan DPMPTSP Kota Pekanbaru, untuk tindakan bagi pihak pengembang yang telah membangun di kawasan RTH pemerintah bersama Polda Riau , Dinas PUPR , Satpol PP telah pernah turun untuk mengingatkan pengembang.
Dia menghimbau bagi para pihak pengembang tolong diperhatikan kawasannya uruslah KRK untuk kesesuaian ruang artinya bahwa perumahan yang akan dibangun itu merupakan kawasan peruntukanya untuk perumahan bukan kawasan RTH, bukan kawasan hutan dan bukan kawasan holtikultura itu harus diperhatikan mereka dengan mengajukan permohonan ke PUPR nanti pihak PUPR akan memberikan jawaban wilayah tersebut boleh dibangun atau tidak. Mohon para pelaku usaha agar berkonsultasi dan berkoordinasi dengan teman-teman di PUPR.
KRK adalah singkatan dari Keterangan Rencana Kota, yaitu peta yang dilengkapi dengan keterangan rinci mengenai pemanfaatan suatu persil. KRK merupakan salah satu dokumen yang berkaitan dengan perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah di Indonesia. KRK diperlukan sebagai syarat pengajuan perizinan pembangunan atau penggunaan lahan, seperti Permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Lanjut Quarte, ia mengakui mengetahui tentang permasalahan PT SRM sedang berada dalam penyidikan Polda Riau sejak tahun 2023 pada saat dilakukannya turun bersama tim untuk mengingatkan pihak developer agar tidak membangun pada lahan RTH. Pendekatan ini dilakukan secara persuasif saat itu Satpol PP belum ada memasang plang.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, PT SRM ini termasuk pengembang yang berani membangun di kawasan RTH yang dilarang. Dan saat ini ada sekitar 23 unit rumah yang telah dibangun dengan cara pembayaran cash bertahap.
Anehnya, yang lebih mencengangkan lagi terungkap dalam investigasi di lapangan PT SRM ini membangun di tanah milik EM dalam kasus yang sama pengusaha “EM” ini nekad membangun sejumlah perumahan di kawasan RTH dan telah diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru dan dikenai sanksi hukuman kurungan.
Doni pengurus PT SRM pemilik Perumahan Abadi Culster Jalan Arifin Ahmad, mengatakan pada awak media mengenali “EM” bahkan yang dibangunya perumahan merupakan tanah milik “EM”.
PT SRM menurut Doni telah mengantongi izin dari RT, RW, Camat sampai Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Berusaha (PKKPR) untuk konstruksi gedung hunian sudah ada dari Mentri Agraria dan Tata Ruang, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Mentri Investasi, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dia menyebutkan yang belum ada itu Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) karena ada penyidikan Polda Riau dari 2022.
“Saya padahal telah melengkapi perizinan dari mulai RT, RW , Camat, Kementrian hanya PBG saja Saya belum punya, izin ini tidak bisa dikeluarkan PUPR karena Saya dilaporkan Bapak Budi orang yang tidak saya kenal dan mengerti apa maksud dan tujuannya melaporkan proyek saya, sehingga saya berurusan dengan polda sampai sekarang”, kata Doni.
“Saya tahu Bapak Erdison Mansyur dipenjara karena membangun tanpa izin, Sengketa(surat tidak jelas legalitas dan pemiliknya) RTH, rumah konsumen tidak selesai, dan laporan konsumen. Beda dengan saya sudah ada SHM, PKPR, rumah konsumen saya selesaikan, dan konsumen tidak ada yang melapor. Dan saya dengan konsumen akan sama- sama memperjuangankan proyek itu”, lanjut Doni.
Doni mengatakan terkait sanksi membangun perumahan sebelum mendapatkan izin dari pemerintah hal yang tidak ingin dibahasnya.
“Saya tidak mau membahas sanksi. Karena kalo sudah masuk penyidikan Polda, kesannya semua pihak saling menyalahkan dan ketakutan”, ungkapnya.
Laporan : Teti Guci